Tuesday 27 September 2011

Surat Kedua : Buat Ibu di Samarinda

Memiliki kakek dan nenek terkadang membuatnya lupa akan perpisahan kedua orangtuanya. Dia merasa kasih sayang kakek dan neneknya sudah lebih dari cukup. Akan tetapi disudut lain hatinya, terkadang dia merasa kesepian, merindukan kasih sayang bapak dan juga ibunya. Apalagi ketika menyaksikan rekan-rekan seumurnya yang sedang berjalan digandeng orangtuanya.
Dia tidak merasa iri, karena nenek selalu menasehati juga menyemangati, semuanya adalah takdir Tuhan.
Semenjak perpisahan orangtuanya yang entah kapan diapun tidak ingat sama sekali karena masih terlalu kecil Bapaknya tinggal dengan saudara-saudaranya di dekat Pasar di kota. Sedangkan ibunya demi menafkahi anaknya harus rela menjadi PRT , mulai dari Surabaya, lamongan, dan beberapa kota lain di luar Pulau Jawa, dan pada saat itu seingatnya sang Ibu bekerja di rumah salah satu Bupati di Samarinda.
Dia tidak pernah malu menjadi anak seorang PRT, yang dia tau ibunya berjuang demi dia juga dua saudaranya.
Setelah sukses dengan surat pertama yang dikirim buat abangnya di Terengganu Malaysia, dia teringat akan Ibunya yang kini berada di Samarinda, dia ingin mengirim surat buat Ibunya, kali ini dia tidak mau ceroboh lagi, dan dia menanyakan dulu pada nenek apakah sama harga perangko untuk mengirim surat ke Malaysia dengan Samarinda, nenek menjelaskan bahwa untuk Nasional dan Internasional itu beda, ke Samarinda lebih murah.
Mendengar jawaban nenek wajahnya sumringah, berarti kali ini dia bisa mengirim surat buat Ibunya. Beraksilah dia malam itu, menulis surat, mengutarakan beberapa unek-unek dalam hati kepada Ibunya. Tak ketinggalan menanyakan kapan Ibunya akan pulang.
Esok paginya surat sudah siap, dan seperti biasa nenek akan menitipkannya pada mbak Mesti penjual sayur yang setiap paginya ke pasar.
Dan berhasillah dia mengirim surat untuk keduakalinya kepada orang-orang tersayang yang jauh dimata.

No comments:

Post a Comment