Tuesday 27 September 2011

Belajar Berkirim Surat ketika duduk di kelas 4 SD.

Dia adalah anak bungsu dari tiga bersaudara, ketika duduk di kelas 4 SD, abangnya merantau ke Terengganu Malaysia, dan kakaknya bekerja di sebuah tempat game di Surabaya.
Awalnya dia kesepian, tidak pernah terbayang untuk menelepon. Karena jaringan teleponpun belum masuk kampung, kalau mau menelepon harus pergi ke Wartel (Warung Telepon) yang jaraknya lumayan jauh. Lagipula uang darimana untuk menelepon sampai ke Luar Negeri, bukankah lebih baik uangnya untuk makan saja.Dan handphone adalah barang yang sangat mewah kala itu.
Walau sama-sama merantau kerinduan kepada abangnya lebih terasa daripada kepada kakaknya. Berawal dari sini dia mulai mencari-cari buku yang bisa dijadikan sebagai diary, sampai akhirnya kakek menyodorkan salah satu diary bekasnya. Dia tersenyum, merasa sangat beruntung memiliki seorang kakek yang senantiasa memahaminya.
Mulailah dia menulis unek-unek dalam diary bekas tersebut, ternyata nenek memperhatikannya, kemudian nenek bertanya sedang menulis apakah dia. Dengan polosnya dia menjawab bahwa dia sedang menulis surat buat abang yang di Malaysia. Menceritakan bahwa di sekolah baru saja ada acara Kartinian, dan dia didandani dengan sanggul.Dan dia nanti ingin mengirim surat dengan disertai salah satu fotonya. Nenek tersenyum, dan berjanji setelah selesai menulis surat akan membawanya ke kantor pos.
Keesokan harinya surat itu diberikan pada nenek, nenek langsung mengambil kacamata dan membacanya. Seperti biasa nenek tersenyum dan memeluknya.
''nduk, karena kita gak kepasar, suratnya dititipin mbak mesti etek(penjual sayur keliling) saja ya.''.
Dia mengangguk karena menyadari bahwa kantor Pos jaraknya berpuluh-puluh kilometer dari kampungnya.
Dia sangat bahagia, akhirnya untuk pertama kalinya dia bisa mengirim surat buat abangnya.
Ternyata benar pagi-pagi buta nenek menitipkan surat itu pada penjual sayur, begitu kagetnya bocah kecil itu ketika tahu bahwa untuk mengirim surat ke Malaysia harga perangko adalah Rp14.000.00, rasa berdosa muncul uang itu bisa untuk membeli berkilo-kilo beras.
Semuanya sudah terlanjur, dia menyesal dan berjanji nantinya akan mengumpulkan uang sendiri untuk membeli perangko.
Sejak hari itu dia selalu menunggu-nunggu balasan surat dari abangnya, tapi dia harus sabar karena butuh waktu berminggu-minggu untuk suratnya sampai pada tujuan.
Bulan berikutnya, surat balasan yang dinanti-nanti telah datang. Berulang kali dia membacanya, sampai meletakkannya dibawah bantal sebelum tidur.Itulah surat dari abang sebagai penghantar tidur.

No comments:

Post a Comment