Tuesday 27 September 2011

Oplet, Pasar, Cenil, dan BRI

Sabtu petang nenek memberitahukan bahwa esok dia akan diajak kepasar untuk belanja. Dalam hati dia kegirangan ketika mendengar kata pasar, itu berarti esok dia akan berbelanja sambil berjalan-jalan. Padahal pasar yang dimaksud adalah pasar tradisional yang menjual barang dan sayuran secara bercampur. Ah tak terfikir kala itu dengan Mall dan sejenisnya.Alun-alun saja dia tidak pernah melihatnya.
Malam harinya dia mimelah-milah baju, mencari yang sesuai untuk dipakai ke pasar esok. Setelah dirasa menemukan baju yang pas, dia segera membakar arang untuk menyeterika. Kala itu keluarganya belum memiliki seterika listrik, cukuplah menyeterika dengan seterika arang, dan seterika itulah yang menggosok seragam merah putihnya sehari-hari.
Malam harinya dia susah tidur, bayangan akan pasar terus berseliweran, sudah lama sekali dia tidak pergi ke pasar.
Pagi harinya, selesai mandi dan sholat dia langsung mengenakan baju yang disiapkan semalam, nenek menyisir rambutnya dgn memberi belahan di sebelah kiri. Selama ini nenek tidak pernah membiarkan rambutnya panjang.
Selesai berdandan nenek sembari menenteng tas belanja berjalan keluar menuju halaman depan, dan dia mengikutinya di belakang. Berdua dengan nenek dia duduk di Tugu depan rumah.menunggu Oplet(Angkutan Umum) yang akan membawa meraka ke pasar.
Setengah jam menunggu, akhirnya Oplet yang ditunggu lewat. Didalam oplet para pedagang dan orang-orang yang hendak ke pasar sudah banyak, jangan dikira oplet ini senyaman bus atau keretaapi, karena dalam oplet ini kita juga harus siap duduk dengan obrok ayam, sepeda dan barang dagangan lain. Walau demikian dia tetap tersenyum, dalam fikirannya yang penting dia sampai di pasar nantinya, dan itu sudah pemandangan yang biasa untuk orang kampung.
Setengah jam kemudian, oplet telah sampai di depan pasar, nenek menggendongnya turun dari dalam oplet, kemudian mereka berbelanja. Sembari berbelanja nenek bertanya, hari itu apa yang dia inginkan, dengan polos dia menjawab bahwa dia teringin makan cenil, cenil adalah makanan yang terbuat dari tepung tapioka, yang diberi warna dibentuk kemudian direbus dan kemudian untuk memakannya harus disiram dengan air gula merah, karena cenil rasanya tawar. Nenek sibuk mencari-cari penjual cenil sampai akhirnya menemukan satu orang penjual dengan berjaja di lantai dan didepannya ada rinjing(anyaman bambu). Sebungkus cenil kala itu harganya Rp100,00.Dan nenek membungkus lima untuk dibawa pulang.
Setelah itu mereka kembali melanjutkan belanja, dan tanpa sengaja matanya ternampak ''cake coklat strawberry'', dalam hati dia sangat menginginkannya, tapi melihat harganya yang Rp8.000,00 dia mengurungkan niyatnya untuk meminta, fikirnya uang itu akan lebih berguna untuk membeli beras ataupun gula daripada sekedar cake.
Jam sudah menunjukkan pukul 11.00WIB, dia merasa lapar karena pagi tidak sempat sarapan, kemudian nenek mengajaknya ke warung pojok yang terletak di ujung pasar sapi. Makan di warung adalah hal yang mewah buatnya, siang itu nenek membelikan nasi pecel dengan lauk tahu, tempe, dan rempeyek seharga Rp750,00. Tak lupa juga nenek memesan satu bungkus untuk dibawa pulang buat kakek yang kala itu sedang mencangkul tanah di kebun.
Tengah hari terik matahari mulai menyengat dia berjalan dengan membawa beberapa belanjaan yang ringan menuju tempat mangkalnya oplet yang pergi ke kampungnya.
Sambil berjalan matanya melihat tulisan ''Bank Rakyat Indonesia'', diam-diam dia tersenyum sendiri, kemudian berkata pada nenek yang berjalan disebelahnya.
''Nek nanti kalau aku sudah besar, mau kerja di luar negeri aja, nyari uang buat kakek dan nenek, dan nanti kalau berasnya habis nenek tidak perlu menjual apa-apa ataupun berhutang ke toko, nenek cukup menulis surat buatku dan aku akan mengirim uangnya ke Bank ini nek''.
Nenek tersenyum, tapi tiba-tiba airmata jatuh dari pelupuk mata nenek.
''nenek jangan menangis, itu kan cita-cita saya nek, nanti kakek juga tidak perlu mencangkul lagi''.lanjutnya.
Nenek hanya menganggukkan kepala tanpa mengeluarkan sepatah kata.
Sejak melihat keberhasilan tetangganya yang keluar negeri keinginan itupun muncul, dia sering berangan-angan andai dia bisa cepat besar ingin sekali rasanya segera ke Luar negeri, dia ingin membalas budi pada kakek dan neneknya.
Itulah impian seorang pemimpi kecil yang berangan-angan terbang ke negeri orang, tanpa berfikir sukarnya kehidupan di luar sana, lewat mimpi semua yang susah terasa mudah, dan dari mimpi inilah mimpi-mimpi selanjutnya terukir.

No comments:

Post a Comment